“Bu Guru, tinggal di sini aja,” Adi berkata.
“Maafkan Ibu ya, Ibu harus pulang ke Medan,” ujar ku.
“Kalo gitu, aku ikut sama Ibu ya,” pinta Adi.
Tak berapa lama Amin mendatangiku di ruang guru, lalu berkata,
“Bu Guru, Rp 500.000,- cukup gak untuk pergi ke Medan?” Tanya Amin.
“Mana cukup itu Amin, kamu emangnya mau ke Medan sama siapa?” Tanya ku.
“Sendiri aja, mau ke rumah Ibu,” Jelas Amin.
Itulah
percakapan singkatku dengan Adi dan Amin beberapa hari yang lalu
sebelum hari pembagian raport. Adi adalah siswa yang paling aku sayangi
di kelas 6, begitupun dengan Amin, siswaku yang bertubuh besar dari
teman-temannya yang lain ini tak mau kalah ingin pergi ke Medan untuk
mengunjungi ku. Aku merasa terharu, mereka sebegitu sayangnya
terhadapku. Mereka begitu ingin selalu di dekatku. Namun, apalah daya,
waktu ku hanya terhitung 13 hari lagi bersama mereka. Aku pun sebenarnya
tak ingin jauh dari mereka.
“Bu, saya selalu berdoa untuk Ibu supaya Ibu nanti jangan lupakan kami,” kata Adi.
“Ya Bu, aku juga berdoa untuk ibu agar Ibu selalu sehat nanti di Medan,” Tukas Amin.
“Aaammmiiinnn, makasih ya. Ibu juga doakan kalian semoga nanti bisa jadi apa yang sudah kalian cita-citakan,” Jelasku.
“Andai kami tahu, kalau Ibu bakalan pergi. Kami gak mau Ibu pergi,” Adi berkata sambil menangis.
“Sudah,
Sudah, kok nangis sih nak?, Setiap ada pertemuan, pasti ada perpisahan,
semua sudah Allah takdirkan untuk kita. Ibu bertemu kalian ini juga
sudah rencana Allah. Ibu juga dulu tidak pernah menyangka bakal dapat
ditempatkan di Pandeglang ini. Kalian semua akan menjadi kenangan
terindah dalam hidup Ibu.” Jelasku.
Seandainya kalian tahu
perasaanku saat ini. Pasti kalian juga tambah sedih, karena kalian sudah
menjadi bagian dari hidupku. (dakwatuna/hdn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar