Kamis, 14 Maret 2013

Wawancara Calon Wali PSDB


 " Monggo Bu, silakan di baca...(Al-Qur'an nya)." Ustadzah Ani mempersilahkan ibu Novrida untuk membaca Al Qur'an. Beliau adalah salah satu calon wali murid di KB- TKIT Anak Sholeh yang berlangsung di KB-TKIT Anak Sholeh Selasa tanggal 12 Maret kemarin. Beliau mendaftarkan putra ketiga nya, Adya di TK dan Annet di KB. "Aduuuhhh Ust saya kok grogi ya...,deg-deg an. Besok di terima enggak ya??" Kata Beliau kepada Ustdzah Rina di sela- sela wawancara.
Panitia PSDB Anak Sholeh memilih hari libur nasional agar calon wali murid bisa hadir semua.




 Ustadzah Rina mengawali sesi wawancara dengan calon wali dengan mencocokkan data yang di tulis wali "Salman Al-Farisi panggilannya Mas Faris...."




 Ustadzah Ika  juga ikut andil mewawancari calon wali di ruang yang berbeda, di sentra peran. Meskipun awal mulanya banyak malu- malu tapi setelah waktu berlalu mengalir saja dan terasa seperti sudah deket saja.



 " Ini nanti jadwalnya mengikuti yang telah kita susun Bu...." Ustadzah Warti menjelaskan.




 " Selamat datang di KB-TKIT Anak Sholeh...." Ustadzah Retno menyambut kehadiran calon wali.






 Sementara itu di ruang Kelompok bermain ada Ustadzah Widi, Ustadzah Harti dan Ustadzah Wanti.







Ustadzah Harti serius menanyakan tentang penanganan anak ketika di rumah.



Ini foto paling ekspresif di antara foto yang lain. Siapa ya yang sedang di wawancarai oleh Ustadzah Widi ini??



Ustadzah Wanti di bantu Mbak Rahma, "Tahu informasi Anak Sholeh dari mana nggeh Bu??"

Jadwal yang akan segera menyusul adalah observasi anak yang akan di laksanakan pada hari Sabtu tanggal 16 Maret 2013 pukul 08.00 WIB. Mohon kerjasama Bapak Ibu agar Ananda bisa hadir tepat waktu dan acaranya lancar.

Rabu, 13 Maret 2013

Alhamdulillah Anakku Nakal.....

Inilah acara yang mengawali rangkaian kegiatan Anak Sholeh Expo. Parenting School dengan tema "Menikmati Kenakalan Anak" bersama  Ustadz Harman ini di laksanakan pada hari Sabtu tanggal 9 Maret 2013 di Masjid Anak Sholeh. Acara ini di persembahkan untuk para wali murid KB-TK-SDIT Anak Sholeh dan tamu undangan perwakilan wali dari TK yang akan di kunjungi oleh tim Road Show Anak Sholeh Expo.

"Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu) dan di sisi Alloh pahala yang besar."(QS.At-Taghabun 15).

Anak nakal adalah paradigma yang salah dari orang tua. Hanya karena anak punya kebiasaan yang tidak sesuai dengan keinginan orang tua, anak di katakan nakal.

Misalnya anak yang suka main terus di cap nakal oleh orang tuanya. Sedangkan bermain adalah hadiah alam yang berharga bagi putra-putri kita. Ia merupakan alat canggih yang memungkinkan seorang anak untuk masuk ke dalam sebuah kegiatan yang paling serius, penting dan paling mengundang minat.

Anak di anggap nakal karena sering berantem dengan anak tetangga. Berantem adalah salah satu cara untuk menyelesaikan masalah/ persoalan di dalam interaksinya. Kenakalan anak yang demikian ini seharusnya tidak menjadikan orang tua susah karena anak belajar nakal dari orang tuanya. Anak yang nakal bukanlah di lahirkan tapi di ciptakan. Ia mewujudkan imajinasinya menjadi kenyataan.

Oleh karena itu sebagai orang tua kita harus lebih bijak dan sabar dalam menghadapi anak yang nakal. Semakin orang tua tidak sabar dan emosional maka anak menjadi semakin nakal dan semakin tidak terarah.

Ustadz Harman juga menjelaskan tentang berbagai macam kenakalan sesuai dengan apa yang di lakukannya. Kenakaln Eksploratif yaitu untuk yang suka corat- coret tembok, menyobek buku / kertas, menyiksa binatang, merusak mainan dan masih banyak contoh lagi

Untuk anak yang suka menggigit/ memukul, egois, tidak suka berbagi maka ia termasuk anak yang kenakalannya semu.

Kenakalan habitual contohnya anak yang suka berkata kotor, suka membantah, kecanduan televisi, suku merengek, suka jajan dan masih banyak lagi.

Sedangkan yang termasuk kenakalan sejati adalah anak yang bangga dengan mencontek, mencuri, suka bohong, merokok. Tentunya semua masih bisa berubah menjadi baik kalau orang tua bijak dalam menyikapi dan mau mengarahkan kebiasaan anak tersebut.

Ubahlah paradigma anak nakal menjadi yang baik. Anak nakal bukanlah masalah tapi adalah khasanah ilmu bagi orang tua, agar lebih bersabar. Ubah kalimat negatif ke anak menjadi kalimat yang positif yang akan membuat anak menjadi labih semangat.

Bagaimana dengan para orang tua ?? Masihkah menganggap putra putri kita nakal?? Atau kah kita telah mematahkan imajinasinya dan mematikan bakat anak kita???



Senin, 04 Maret 2013

Mendidik atau Menyesatkan?

Rubrik: Pendidikan Anak | Oleh: M Husnaini - 14/02/13 | 11:30 | 02 Rabbi al-Thanni 1434 H
ibu-dan-anakdakwatuna.com - Dua ibu muda bertengkar hebat di depan sebuah sekolah taman kanak-kanak. Perang mulut yang berlanjut adu otot itu bermula ketika anak-anak mereka bermain lempar-lemparan tas, yang menyebabkan salah satunya menangis.
Seorang ibu yang kepala anaknya sedikit benjol akibat lemparan tas berisi buku itu merasa tidak terima. Dia lalu mengumpat ibu dari anak pemilik tas. Adu mulut terjadi. Umpatan berbalas umpatan, hingga emosi kedua belah pihak meledak. Kini, pertengkaran kecil antar anak berganti perang antar orangtua.
Kasus serupa, meski tidak selalu sama, boleh jadi bukan kali pertama terjadi. Kerap kali kita jumpai perselisihan antar orangtua dipicu oleh persoalan anak. Ironisnya, perselisihan antar orangtua tua itu berbuntut perang dingin dalam kurun lama. Masing-masing pihak enggan saling menyadari kesalahan. Hubungan harmonis antar sesama pun menguap entah ke mana.
Sebenarnya, jika kita mau sedikit berpikir dewasa, hal demikian sangat disayangkan terjadi. Pertengkaran antar anak sesungguhnya adalah hal wajar. Tidak usah terlalu didramatisasi, sehingga membuat keadaan semakin keruh. Sayang, tampaknya tidak semua orang dewasa mampu berpikir secara dewasa pula.
Dalam hal ini, kita patut belajar pada anak-anak. Meski sempat bertengkar, semenit kemudian, mereka kembali akur. Setelah menangis sebentar akibat rebutan mainan, misalnya, anak-anak kembali tertawa bersama. Pertengkaran mereka tidak pernah berlangsung dalam hitungan hari, apalagi bulan. Justru orangtua mereka yang sibuk dengan ego masing-masing, sehingga sukar untuk kembali akur. Bahkan, sekadar tegur-sapa pun enggan.
Sebagai orangtua, kita semestinya bisa bersikap lebih cerdas dan bijak. Ketika melihat anak-anak bertengkar atau saling mengolok-olok, ini seharusnya bisa kita jadikan pintu masuk untuk memberikan pendidikan hidup bersosial. Orangtua harus memberikan pemahaman kepada anak-anak tentang cara mengelola konflik.
Dalam hidup bermasyarakat, konflik sosial mustahil dihindari. Kepada anak-anak, penting ditanamkan budaya saling mengalah dan menghargai sesama. Tidak sepantasnya orangtua menjadi setan yang mengadu domba dengan menyalahkan si teman, apalagi di depan anak.
Jika itu terjadi, berarti orangtua secara tidak sadar telah menanamkan bibit-bibit egoisme dan arogansi dalam jiwa anak. Ini berbahaya. Apalagi demi membela anak sendiri, yang belum jelas salah-benarnya, kita tidak ragu untuk bertengkar sesama orangtua.
Dari situ anak akan belajar tentang cara-cara penyelesaian masalah. Anak akan menyangka bahwa jalan keluar dari segala masalah adalah dengan jalan bertengkar, atau bila perlu beradu fisik. Inilah teladan yang menyesatkan.
Orangtua harus lebih banyak belajar tentang pola pendidikan anak. Jangan sampai, atas dasar rasa sayang, pola pendidikan kita justru menyesatkan jiwa anak. Bukankah sudah banyak kita jumpai orangtua yang merelakan anaknya putus sekolah dengan alasan sayang karena sang anak sudah tidak betah dengan sekolah?
Tidak jarang pula ada orangtua yang sendiko dawuh atas segala permintaan anak, meski permintaan itu jauh dari nilai-nilai pendidikan. Yang lebih fatal lagi, masih ada orangtua yang mengizinkan anaknya merokok karena merasa kasihan akibat sang anak sudah ketagihan. Dan ketika anak bersangkutan dihukum oleh sekolah, orangtua tidak segan-segan mendatangi dan menyalahkan pihak sekolah sembari berdalih bahwa anaknya itu merokok karena sudah mengantongi izin darinya. Luar biasa.
Maka jangan heran jika nilai-nilai kesopanan sudah semakin menjauh dari kehidupan anak. Tidak sedikit anak zaman sekarang yang sudah berani abai, bahkan melawan peraturan guru dan sekolah. Nilai-nilai tata krama tidak lagi menjadi urusan yang harus diindahkan. Sikap demikian semakin memperoleh pembenaran ketika mereka merasa mendapat dukungan dan pembelaan dari orangtua.
Akhirnya, mari kita segera mengupas diri. Sudahkah pola kasih sayang kita kepada anak-anak membuahkan nilai-nilai pendidikan, atau justru sebaliknya, melemparkan mereka ke jurang kehancuran?

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/02/27835/mendidik-atau-menyesatkan/#ixzz2MctUddLR
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Ketika Anak Yang Soleh Lupa Berdoa - Eramuslim

Ketika Anak Yang Soleh Lupa Berdoa - Eramuslim