dakwatuna.com – Kejahatan seksual pada anak belum
juga berhenti. Hampir setiap hari kita mendengar berita miris ini.
Soalnya, predator anak bergentayangan mencari mangsanya tanpa kenal
lelah. Dengan jurus jitu, si penjahat ini mampu menaklukkan korban tanpa
terdeteksi sejak dini. Dengan memanfaatkan kepolosan anak, sang pemburu
seks ini melancarkan aksinya. Diawali dengan bujuk rayu, memberikan
bantuan, harapan, perhatian sampai pada ancaman dan kekerasan, akhirnya
korban keganasannya berjatuhan satu persatu. Ironisnya, kejahatan ini
baru terbongkar dan pelakunya baru ditangkap setelah puluhan anak
menjadi korban kebuasan seksnya. Yang sulit diterima akal sehat, pelaku
kejahatan seksual tidak hanya dilakukan oleh orang asing atau orang baru
bagi anak akan tetapi juga dilakoni orang terdekat. Tidak satu dua kali
kita mendengar kabar, seorang ayah teganya menggagahi anaknya sampai
hamil, seorang abang mengganggu adiknya, bahkan seorang kakek menyudahi
cucunya. Ayah atau kakek yang sejatinya menjaga dan melindungi anak
keturunannya agar selamat dunia akhirat namun justru ikut serta merusak
diri dan masa depan anak cucunya. Sudah separah inikah negeri ini hingga
tidak ada orang yang dapat dipercaya lagi untuk melindungi diri seorang
anak. Hal inilah yang membuat orang tua (khusus ibu) merasakan
kecemasan dan ketakutan atas keselamatan anaknya dari kejahatan seksual.
Memang
banyak penyebab merajalelanya perbuatan yang abnormal ini. Di samping
penyimpangan seksual yang dimiliki oleh orang bejat itu, juga disebabkan
tidak adanya ketahanan dan pembelaan diri anak atas kejahatan seksual
yang dilancarkan orang lain pada dirinya. Kondisi ini bisa terjadi
karena sangat terbatasnya bahkan tidak adanya pengetahuan seks yang
dimiliki anak sebagai bekal untuk mempertahankan dan menyelamatkan diri.
Makanya banyak para pemerhati keselamatan anak dan penggiat
perlindungan anak mengampanyekan pentingnya pendidikan seks pada anak
sejak usia dini. Edukasi ini dilakukan agar anak memiliki pengetahuan
tentang diri dan organ seksnya serta cara melindungi diri sehingga bisa
terjaga dari orang-orang yang berniat jahat pada dirinya.
Pendidikan
seks yang ditanamkan sejak dini akan mempermudah anak dalam
mengembangkan potensi dirinya, meningkatkan harga dan kepercayaan diri,
memiliki kepribadian yang sehat, dan penerimaan diri yang positif serta
pertahanan diri dari marabahaya. Di sinilah peran orang tua benar-benar
penting dan menentukan, karena merekalah yang paling mengenal diri dan
kebutuhan anaknya. Ayah bunda yang lebih mengetahui perubahan dan
perkembangan anak setiap saat. Di samping juga orang tua yang paling
dekat dan memahami karakter anaknya. Dengan demikian orang tua bisa
memberi pendidikan seks secara alamiah sesuai tahapan-tahapan
perkembangan anak yang menjadi tanggungannya.
Dalam menyampaikan
pendidikan seks pada anak tidak bisa secara instan namun memerlukan
waktu yang lama dan berkesinambungan. Orang tua harus sabar dalam
memerankan tugas ini sehingga anak dapat mengerti dan memahami apa yang
disampaikan padanya. Dengan bahasa yang mudah dipahami dan dengan
pendekatan pribadi, orang tua dapat menyampaikan hal-hal prinsip
berkaitan dengan seks yang harus diketahui anak. Di sinilah kepiawaian
orang tua dalam melaksanakan pendidikan seks pada anaknya dalam
keluarga. Sebagai unit terkecil dan pertama maka keluarga harus dapat
memenuhi kebutuhan anaknya termasuk dalam hal pendidikan seks. Makanya
paradigma yang menyatakan bahwa pendidikan seks pada anak usia dini
merupakan suatu hal yang tabu hendaknya segera dihapus dalam kamus
pikiran orang tua. Dengan demikian orang tua akan dapat melaksanakan
tugas ini dengan baik dan benar tanpa terbebani.
Ada beberapa
prinsip dasar yang harus diberikan orang tua pada anaknya berkaitan
dengan pendidikan seks pada usia dini. Pertama, orang tua harus
memperkenalkan bagian tubuh penting yang dimiliki anak (maksudnya alat
vital) beserta fungsinya. Orang tua harus mampu mengemukakan pada anak
agar dapat menjaga dan memelihara alat vital tersebut dari gangguan dari
siapa saja. Sejak dini orang tua sudah menggambarkan pada anak bahwa
alat vital dan bagian tubuh lainnya yang sensitif merupakan aurat yang
harus dijaga dan ditutup rapat. Tidak boleh satu orang pun yang boleh
melihat apalagi meraba alat tersebut karena akan menimbulkan bahaya
besar bagi dirinya. Anak diajarkan agar jangan membiarkan bagian
tubuhnya seperti bibir, dada, paha, dan kemaluannya dipegang dan diraba
orang lain. Apabila hal ini terjadi maka si anak diminta menghindar atau
melawan untuk keselamatan dirinya.
Kedua, orang tua harus
menanamkan rasa malu pada anak sejak usia dini. Sifat ini akan membantu
anak dalam menjaga dan memelihara aurat atau kehormatannya. Anak yang
sudah mulai memahami hal ini sesuai dengan usianya akan mampu menjaga
dirinya, seperti tidak akan buang air kecil dan besar di tempat terbuka,
menukar pakaian di hadapan orang lain dan tidak menampakkan auratnya.
Sering terjadi kejahatan seksual pada seorang anak disebabkan oleh tidak
rapinya pakaian anak sehingga bagian tubuhnya kelihatan. Sekalipun
berada dalam rumah, anak perempuan tetap hendaknya memakai pakaian yang
sopan dan yang tidak merangsang. Ini sebagai antisipasi terjadinya
kejahatan seksual dari kalangan keluarga terdekat.
Ketiga,
mengajarkan pada anak tata krama dalam pergaulan atau pertemanan sejak
usia dini. Anak laki-laki sebaiknya bermain dengan anak laki-laki.
Demikian juga dengan anak perempuan hendaknya bermain sesama perempuan
juga. Apabila hal ini sudah ditanamkan sejak usia dini maka tentu anak
perempuan akan risih dan tidak nyaman sekiranya ada laki-laki dewasa
asing yang mendekati dirinya apalagi sampai melakukan sesuatu yang tidak
diingini seperti memegang bagian tubuh, mengelus dan merabanya bahkan
lebih dari pada itu. Sering kejahatan seksual menimpa anak ketika
dirinya membiarkan orang lain meraba tubuhnya .
Keempat, orang tua
harus memisahkan tempat tidur atau kamar anak laki-laki dengan anak
perempuan. Hal ini mengajarkan bahwa memang anak laki-laki dengan anak
perempuan itu berbeda kodrat dan organ tubuhnya. Masing-masing anak
memiliki spesifik tersendiri dan hal yang berbeda baik dari segi fisik
maupun dari sisi psikisnya. Dengan pemahaman ini, anak akan berusaha
tampil sesuai dengan identitasnya. Makanya, orang tua harus memberikan
mainan atau pakaian sesuai dengan jenis kelamin anaknya seperti mobilan
untuk laki-laki dan boneka untuk perempuan atau laki-laki dengan celana
panjangnya dan anak perempuan dengan rok dan jilbab manisnya.
Kelima,
orang tua harus menjaga tontonan anak. Orang tua harus mampu
mengedukasi anaknya tentang film atau drama yang layak ditontonnya.
Orang tua tidak bisa memberikan kebebasan pada anak dalam hal menonton
dan menyaksikan siaran televisi. Pasalnya, tak jarang kejahatan atau
pelecehan seksual justru dilakukan seorang anak di bawah umur berawal
dari tontonan yang tidak benar. Kita tentunya pernah mendengar anak
laki-laki yang masih duduk di bangku SD memperkosa adiknya atau teman
perempuannya. Oleh karena itu, dengan mendampingi anak dalam menonton
dan memilih tontonan yang sehat maka anak akan terhindar dari melakukan
kejahatan seksual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar