Kristenisasi Merambah Anak TK
Diposkan oleh Gresia Divi pada Kamis, 25 April 2013 | 20.00 WIB
Hampir setiap hari selalu ada berita tentang mualaf. Sebaliknya, kita
juga sering mendengar berita tentang kristenisasi yang semakin marak
dengan berbagai macam model. Bahkan, kristenisasi sekarang sudah
mengincar anak-anak TK. Seperti yang kudapati pada seorang anak
didikku...
Hari itu, di tengah keasyikannya bermain dengan teman-temannya, aku terkaget-kaget melihat stiker yang tiba-tiba dikeluarkan dan dengan bangga ditunjukkan padaku dan teman-temannya. Betapa kagetnya diriku, seluruh sticker yang ia bawa adalah gambar-gambar Kristiani seperti salib, gereja, bunda Maria, dan sejenisnya. Tempat didik kami yang notabene adalah berbasis keislaman jelas sangat bertentangan dengan hal itu.
Sekonyong-konyong aku langsung memutar otak di saat yang mendesak itu untuk mencari cara menjelaskan pada anak-anak dengan cara yang sebijak mungkin karena teman-temannya yang lain sudah antusias dengan stiker tersebut. Alhamdulillah, dengan penjelasan dan diskusi ringan dengan mereka, akhirnya mereka bisa mengerti dan stiker itu pun mereka serahkan padaku. Sebagai gantinya, aku kemudian membelikan mereka stiker yang bernuansa Islam. Pyuhfffff... anak-anakku...
Selidik punya selidik, ternyata stiker tersebut ia dapat dari neneknya. Agar lebih jelas, aku segera mengklarifikasi orang tuanya. Dari mereka, aku mendapatkan penjelasan bahwa saat ia jalan-jalan bersama neneknya suatu waktu, anak didikku itu meminta dibelikan stiker tersebut. Si nenek tanpa pikir panjang membelikannya tanpa melihat apakah itu sesuai atau tidak untuk cucunya.
Banyak pelajaran yang bisa diambil dari kejadian tersebut baik oleh pihak orang tua maupun aku sendiri sebagai seorang pendidik. Bagi orang tua, tidak terkecuali nenek kakek atau saudara, hendaklah benar-benar selektif dalam memberikan mainan ataupun permainan (game) pada anak karena anak-anak adalah 'imitate' yang handal dan sangat mudah untuk didoktrin. Jadi apa mereka kelak, itu pun sangat tergantung pada pembentukan kita terhadap mereka sejak dini, di masa usia dini yang merupakan 'golden age' mereka.
Untuk para pendidik, pemberian informasi yang ringan dan logis bagi anak tentang adanya bermacam-macam agama, ciri-ciri, kebiasaan, dan alasan mengapa ada banyak agama juga sangat penting bagi mereka. Jika kita hanya menanamkan pada mereka untuk cinta Islam tapi tidak memberikan gambaran yang lain bahwa ada agama lain selain Islam hanya akan membuat mereka tidak tahu dan iya-iya saja saat menerima hal baru apalagi menarik bagi mereka. Bahkan, yang dikhawatirkan jika kita memaksa anak untuk cinta Islam dengan mencekoki mereka dengan apa itu syahadat, rukun Islam, rukun iman, shalat, dan lain-lain tanpa mereka tahu mengapa harus melakukannya, bahkan yang lebih parah jika mereka tidak mengerti apa sih Islam itu.
Tanpa kita sadar seringkali kita (para guru dan orang tua) mengajari mereka tentang Islam dan seabrek yang lainnya dan kita sudah puas jika mereka mau melakukannya. Tapi bisa jadi mereka mau melakukannya karena 'imitate' yang tinggi pada mereka atau “takut”. Mereka belum tentu tahu alasan mengapa harus melakukan semua itu.
Tapi, apapun itu bentuknya yang paling penting adalah jangan panik, karena kepanikan kita terkadang justru membuat kita terlalu keras pada mereka hingga memberikan putusan yang mereka tidak mengerti, 'nurut' begitu saja. Semua perubahan dan perkembangan yang terjadi pada anak itu wajar dan itulah proses. Tergantung bagaimana kita –guru, orang tua, dan orang-orang di sekitar mereka– menyikapi setiap perkembangan mereka. [Gresia Divi]
Hari itu, di tengah keasyikannya bermain dengan teman-temannya, aku terkaget-kaget melihat stiker yang tiba-tiba dikeluarkan dan dengan bangga ditunjukkan padaku dan teman-temannya. Betapa kagetnya diriku, seluruh sticker yang ia bawa adalah gambar-gambar Kristiani seperti salib, gereja, bunda Maria, dan sejenisnya. Tempat didik kami yang notabene adalah berbasis keislaman jelas sangat bertentangan dengan hal itu.
Sekonyong-konyong aku langsung memutar otak di saat yang mendesak itu untuk mencari cara menjelaskan pada anak-anak dengan cara yang sebijak mungkin karena teman-temannya yang lain sudah antusias dengan stiker tersebut. Alhamdulillah, dengan penjelasan dan diskusi ringan dengan mereka, akhirnya mereka bisa mengerti dan stiker itu pun mereka serahkan padaku. Sebagai gantinya, aku kemudian membelikan mereka stiker yang bernuansa Islam. Pyuhfffff... anak-anakku...
Selidik punya selidik, ternyata stiker tersebut ia dapat dari neneknya. Agar lebih jelas, aku segera mengklarifikasi orang tuanya. Dari mereka, aku mendapatkan penjelasan bahwa saat ia jalan-jalan bersama neneknya suatu waktu, anak didikku itu meminta dibelikan stiker tersebut. Si nenek tanpa pikir panjang membelikannya tanpa melihat apakah itu sesuai atau tidak untuk cucunya.
Banyak pelajaran yang bisa diambil dari kejadian tersebut baik oleh pihak orang tua maupun aku sendiri sebagai seorang pendidik. Bagi orang tua, tidak terkecuali nenek kakek atau saudara, hendaklah benar-benar selektif dalam memberikan mainan ataupun permainan (game) pada anak karena anak-anak adalah 'imitate' yang handal dan sangat mudah untuk didoktrin. Jadi apa mereka kelak, itu pun sangat tergantung pada pembentukan kita terhadap mereka sejak dini, di masa usia dini yang merupakan 'golden age' mereka.
Untuk para pendidik, pemberian informasi yang ringan dan logis bagi anak tentang adanya bermacam-macam agama, ciri-ciri, kebiasaan, dan alasan mengapa ada banyak agama juga sangat penting bagi mereka. Jika kita hanya menanamkan pada mereka untuk cinta Islam tapi tidak memberikan gambaran yang lain bahwa ada agama lain selain Islam hanya akan membuat mereka tidak tahu dan iya-iya saja saat menerima hal baru apalagi menarik bagi mereka. Bahkan, yang dikhawatirkan jika kita memaksa anak untuk cinta Islam dengan mencekoki mereka dengan apa itu syahadat, rukun Islam, rukun iman, shalat, dan lain-lain tanpa mereka tahu mengapa harus melakukannya, bahkan yang lebih parah jika mereka tidak mengerti apa sih Islam itu.
Tanpa kita sadar seringkali kita (para guru dan orang tua) mengajari mereka tentang Islam dan seabrek yang lainnya dan kita sudah puas jika mereka mau melakukannya. Tapi bisa jadi mereka mau melakukannya karena 'imitate' yang tinggi pada mereka atau “takut”. Mereka belum tentu tahu alasan mengapa harus melakukan semua itu.
Tapi, apapun itu bentuknya yang paling penting adalah jangan panik, karena kepanikan kita terkadang justru membuat kita terlalu keras pada mereka hingga memberikan putusan yang mereka tidak mengerti, 'nurut' begitu saja. Semua perubahan dan perkembangan yang terjadi pada anak itu wajar dan itulah proses. Tergantung bagaimana kita –guru, orang tua, dan orang-orang di sekitar mereka– menyikapi setiap perkembangan mereka. [Gresia Divi]